Sebagai seorang Muslim kita tentu ingin dan harus
melaksanakan syariat Islam dengan benar dan menyeluruh. Masih banyak yang
berpendapat bahwa untuk melaksanakan syariat Islam itu cukup dengan memahami
Al-Quran dan Hadis. Padahal ada satu lagi yang tak kalah penting dari Al-Quran
dan Hadis, yaitu Sirah Nabawiyah.
Saat kita hanya membatasi kajian Islam sebatas pada Al Quran
dan Hadis, maka kita akan memahami Islam dalam pecahan-pecahan yang nampak
kurang padu. Seperti potongan-potongan puzzel yang berserakan. Potongan-potongan
puzzle tersebut akan menyatu dengan memahami Sirah Nabawiyah atau sejarah hidup
Nabi.
Dengan mengkaji sirah nabawiyah, setiap muslim akan
mendapatkan gambaran yang utuh dan paripurna tentang hakikat Islam dan
terbangun semangatnya untuk merealisasikan nilai-nilai yang didapat dalam
kehidupannya saat ini. Apalagi sasaran utama dari kajian sirah adalah
mengembalikan semangat juang untuk merebut kembali kejayaan yang pernah
dimiliki umat Islam.
Pengertian Sirah Nabawiyah
Secara bahasa, sirah (سيرة) berasal dari kata
sara (سار)
yang artinya jalan. Sehingga sirah berarti perjalanan. Yakni perjalanan hidup.
Sebagaimana maqalah berikut:
مَنْ
سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ
“Siapa berjalan pada jalurnya akan sampai pada tujuannya”
Pendapat lain, Sirah juga berarti tingkah laku (السلوك),
cerita/kisah (التاريخ),
jalan atau cara (الطارق),
dan biografi (سراة
رجول).
Sedangkan secara istilah, sirah nabawiyah adalah perjalanan
hidup Nabi Muhammad Saw, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi Nabi dan
Rasul, termasuk seluruh peristiwa dalam kehidupan beliau, sifat fisik dan
akhlak beliau, serta hal-hal yang terkait dengan peperangan (ghazwah) dan
ekspedisi (sariyah) beliau.
Manfaat Mempelajari Sirah Nabawiyah
Secara umum kepentingan kita mengkaji sirah nabawiyah,
adalah:
Memahami pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah (fahmu
syakhshiyah ar-rasul)
Dengan mengkaji sirah kita dapat memahami celah kehidupan
Rasulullah saw. sebagai individu maupun sebagai utusan Allah swt. Sehingga,
kita tidak keliru mengenal pribadinya sebagaimana kaum orientalis memandang
pribadi Nabi Muhammad saw. sebagai pribadi manusia biasa.
“Hai nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi,
dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada
agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi
mereka karunia yang besar dari Allah.” (Al-Ahzab: 45-47).
Mengetahui contoh teladan terbaik dalam menjalani
kehidupan ini (ma’rifatush shurati lil mutsulil a’la)
Contoh teladan merupakan sesuatu yang penting dalam hidup
ini sebagai patokan atau model ideal. Model hidup tersebut akan mudah kita
dapati dalam kajian sirah nabawiyah yang menguraikan kepribadian Rasulullah
saw. yang penuh pesona dalam semua sisi.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Dapat memahami turunnya ayat-ayat Allah swt. (al-fahmu
‘an-nuzuli aayatillah)
Mengkaji sirah dapat membantu kita untuk memahami kronologis
ayat-ayat yang diturunkan Allah swt. Karena, banyak ayat baru dapat kita
mengerti maksudnya setelah mengetahui peristiwa-peristiwa yang pernah dialami
Rasulullah saw. atau sikap Rasulullah atas sebuah kejadian. Melalui kajian
sirah nabawiyah itu kita dapat menyelami maksud dan suasana saat diturunkan
suatu ayat.
Memahami metodologi dakwah dan tarbiyah (fahmu uslubid
da’wah wat-tarbiyah)
Kajian sirah juga dapat memperkaya pemahaman dan pengetahuan
tentang metodologi pembinaan dan dakwah yang sangat berguna bagi para dai.
Rasulullah saw. dalam hidupnya telah berhasil mengarahkan manusia memperoleh
kejayaan dengan metode yang beragam yang dapat dipakai dalam rumusan dakwah dan
tarbiyah.
Mengetahui peradaban umat Islam masa lalu (ma’rifatul
hadharatil islamiyatil madliyah)
Sirah nabawiyah juga dapat menambah khazanah tsaqafah
Islamiyah tentang peradaban masa lalu kaum muslimin dalam berbagai aspek.
Sebagai gambaran konkret dari sejumlah prinsip dasar Islam yang pernah dialami
generasi masa lalu.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Ali Imran: 110).
Menambah keimanan dan komitmen pada ajaran Islam (tazwidul
iman wal intima’i lil islam)
Sebagai salah satu ilmu Islam, diharapkan kajian sirah ini
dapat menambah kualitas iman. Dengan mempelajari secara intens perjalanan hidup
Rasulullah, diharapkan keyakinan dan komitmen akan nilai-nilai islam
orang-orang yang mempelajarinya semakin kuat. Bahkan, mereka mau mengikuti
jejak dakwah Rasulullah saw.
Yang paling penting dalam memahami sirah nabawiyah adalah
upaya untuk merebut kembali model kepemimpinan umat yang hilang. Kepemimpinan
yang dapat memberdayakan umat dan untuk kemajuan mereka. Nabi Musa a.s.
membangkitkan kaumnya atas kelesuan berbuat bagi kemajuan bangsa dan negerinya.
Sehingga beliau mengingatkan kaumnya atas anugerah nikmat yang diberikan Allah
swt. pada mereka tentang tiga model kepemimpinan umat yang pernah ada pada
sejarah mereka.
“Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Hai
kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara
umat-umat yang lain.” (Al-Maa-idah: 20).
Jadi, nilai utama yang hendak dibangun kembali dengan kajian
sirah nabawiyah adalah semangat berbuat untuk kemajuan bangsa dan umat meraih
harga dirinya di hadapan umat-umat yang lain. Lebih dari itu, juga untuk
mengembalikan hak kepemimpinan kepada umat Islam, umat nabi pilihan.
Tiga Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan umat sangat berpengaruh terhadap kemajuan
dan kemunduran sebuah bangsa. Karenanya Islam mengajak umatnya untuk
memilikinya kembali agar anugerah nikmat dari Allah swt. dapat berfungsi lagi
dan bertambah. Anugerah nikmat tersebut adalah model kepemimpinan umat.
Kepemimpinan yang mesti dimiliki umat agar mereka mendapatkan hidup yang lebih
baik, adil, sejahtera, dan sentosa. Model kepemimpinan itu ialah:
Kepemimpinan spiritual (zi’amah diiniyah)
Kepemimpinan moral spiritual yang akan memberikan contoh
pada umat tentang apa yang perlu diperbuat dan dilakukan pada kehidupan
bermasyarakat. Sehingga masyarakat tidak terjerumus pada jurang kehancuran
moral yang akan membawa kesengsaraan kehidupan bangsa. Kepemimpinan ini menjadi
patokan dalam masyarakat yang dicontohkan langsung oleh pimpinan masyarakat
untuk menjadi panutan dalam akhlak, ibadah, kesantunan, kedermawanan, perilaku
keluhuran, dan lainnya. Kemudian menyerukan pada masyarakat dengan penuh
kesabaran agar dapat mengikuti jejak dan langkah perbuatannya. Serta memberikan
kesadaran akan pentingnya moral bagi kehidupan berbangsa. Dengan begitu
masyarakat tidak lagi mencontoh perilaku kepribadiannya kepada figur-figur yang
keliru.
Kepemimpinan politik (zi’amah siyasiyah)
Kepemimpinan politik yang mengatur birokrasi dan
administrasi masyarakat dengan mengedepankan pelayanan dan pengabdian. Bukan
sebagai pemeras rakyat dan penyengsara umat. Hal ini akan terjadi bila
kepemimpinan struktural dipimpin oleh orang-orang shalih yang punya
kredibilitas. Kredibilitas mereka diakui untuk memimpin umat lantaran
kemampuannya menjalankan fungsi kepemimpinan dengan benar.
Kepemimpinan intelektual (zi’amah ilmiyah)
Kepemimpinan intelektual dapat mencerdaskan kehidupan umat.
Kepemimpinan ini dapat diraih bila semangat intelektual kembali menggeliat.
Sehingga, menciptakan kecerdasan umat secara massal. Seluruh elemen masyarakat
dapat memahami perkembangan zaman serta dapat mengerti alur kehidupan. Dengan
itu tidak ada lagi unsur masyarakat yang menjadi obyek penderita dan terus
dibodohi atas kebijakan dan sikap orang lain. Dari sana umat ini akan menjadi
sokoguru dunia dalam ilmu pengetahuan. Setiap hari selalu muncul hal-hal baru.
Setiap waktu ada penemuan baru
“Bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 282).
Oleh karena itu, kajian sirah harus menghantarkan
orang-orang yang mempelajarinya kepada bangkitnya semangat juang untuk merebut
kembali model kepemimpinan umat. Sehingga, umat dapat merasakan kenikmatan
dalam hidup yang penuh anugerah. Kehidupan mereka tidak terzhalimi sedikit pun.
Bahkan mereka dapat dengan jelas melihat harapan dan obsesinya ke depan.
Wallahu ‘alam bishshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar