Latar Belakang
Allah Swt berfirman
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Surat Asy-Syuro termasuk ayat Makiyah, artinya turun sebelum Rasulullah Saw Hijrah (Periode Makkah). Saat itu jumlah kaum Muslimin sangat sedikit dan belum memiliki kekuatan. Dakwah pun masih bersifat sirriyah (rahasia), tetapi Allah Swt sudah memerintahkan syuro untuk menyelesaikan masalah.
Ini menunjukkan syuro atau musyawarah sebagai suatu kewajiban dalam mencari solusi berbagai persoalan. Selain itu, Allah pun menunjukkan pentingnya syuro dengan syura sebagai salah satu nama surat dalam al-Quran al-Karim.
Pengertian Syuro
Secara bahasa, syura memiliki dua arti, yaitu menampakkan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu. [Mu’jam Maqayis al-Lughah 3/226]
Secara istilah, Ar-Raghib al-Ashfahani yang mendefinisikan syura sebagai proses mengemukakan pendapat dengan saling merevisi antara peserta syura. [Al Mufradat fi Gharib al-Quran hlm. 207]
Baca juga: Periode Kepemimpinan Umat Islam
Ibnu al-Arabi al-Maliki mendefinisikannya dengan berkumpul untuk meminta pendapat (dalam suatu permasalahan) dimana peserta syura saling mengeluarkan pendapat yang dimiliki. [Ahkam al-Quran 1/297]
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan syura adalah proses memaparkan berbagai pendapat yang beraneka ragam dan disertai sisi argumentatif dalam suatu perkara atau permasalahan, diuji oleh para ahli yang cerdas dan berakal, agar dapat mencetuskan solusi yang tepat dan terbaik untuk diamalkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terealisasikan. [Asy Syura fi al-Kitab wa as-Sunnah hlm. 13]
Ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan Syuro
Al-Baqarah: 233 - Syuro di dalam keluarga
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan“.
Imam Ibnu Katsir mengatakan, ‘tidaklah cukup apabila hal ini (menyapih anak sebelum dua tahun) hanya didukung oleh salah satu orang tua tanpa persetujuan yang lain. Dan tidak boleh salah satu dari kedua orang tua memilih untuk melakukannya tanpa bermusyawarah dengan yang lain. [Tafsir al-Quran al-‘Azhim 1/635]
Baca juga: Bagaimana Kita di Dalam Komunitas?
An-Naml: 32-33 - Syuro dilakukan kaum terdahulu
"Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku).” Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.”
Ayat di atas mengisahkan setelah Ratu Balqis menerima dan membaca surat dari Nabi Sulaiman as, dia meminta pendapat para pembesar istana.
Urgensi dan Faedah Syura
Ibnu ‘Athiyah mengatakan, “Syura merupakan aturan terpenting dalam syari’at dan ketentuan hukum dalam Islam” [Al Muharrar al-Wajiz].
Amir al-Mukminin, ‘Ali radhiallahu ‘anhu juga pernah menerangkan manfaat dari syura. Beliau berkata, “Ada tujuh keutamaan syura, yaitu memperoleh solusi yang tepat, mendapatkan ide yang brilian, terhindar dari kesalahan, terjaga dari celaan, selamat dari kekecewaan, mempersatukan banyak hati, serta mengikuti atsar (dalil). [Al Aqd al-Farid hlm. 43]
Imam Fakhr ad-Din ar-Razy dalam Mafatih al-Ghaib 9/67-68, menyebutkan bahwa syura memiliki faedah antara lain adalah sebagai berikut :
1. Syuro yang dilakukan Rasulullah Saw dengan para sahabatnya menunjukkan penghormatan beliau kepada mereka.
2. Syuro perlu dilakukan karena bisa saja terlintas dalam benak seseorang pendapat yang mengandung kemaslahatan dan tidak terpikir oleh pemimpin.
3. Al Hasan dan Sufyan ibn ‘Uyainah mengatakan, “Sesungguhnya nabi diperintahkan untuk bermusyawarah agar bisa dijadikan teladan bagi yang lain dan agar menjadi sunnah (kebiasaan) bagi umatnya”
4. Melalui syura Rasulullah Saw (dan para pemimpin) mengetahui kadar akal dan pemahaman orang-orang yang mendampinginya, serta untuk mengetahui seberapa besar kecintaan dan keikhlasan mereka dalam menaati beliau. Dengan demikian, akan nampak baginya tingkatan mereka dalam keutamaan.
Untuk memaksimalkan fungsi dan peran syuro, perlu dikembangkan beberapa hal berikut:
1. Harus ada keikhlasan dan nuansa spiritual yang kental. Sehingga saat terjadi perbedaan pendapat suasana tetap dingin.
2. Harus ada semangat kebebasan dan kesetaraan, sehingga setiap peserta dapat berpendapat tanpa tanpa sungkan atau segan.
3. Harus ada Tradisi ilmiah yang kuat, serta kesantunan, rasionalitas, objektivitas, dan metodologi serta data empiris dijunjung tinggi. Maksudnya semua pendapat yang dikemukakan berdasarkan data atau fakta yang ada, yang disampaikan secara santun.
4. Harus ada kelapangan dada utk menampung berbagai perbedaan pendapat.
5. Harus ada manajemen waktu yang efektif untuk menjamin setiap peserta mendapat kesempatan yang sama dan cukup untuk menyampaikan pendapatnya. Tidak ada yang mendominasi saat berbicara atau mengemukakan pendapat.
6. Harus ada pandangan masa depan yang visioner karena keputusan yang diambil sangat berpengaruh pada apa yang akan terjadi nanti.
Syuro dalam Sirah Nabawiyah
> Saat perang Badar
Khahab bin Mundzir ra berdiri menghampiri Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah apakah penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah atau hanya strategi perang?”
Beliau menjawab, “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang.” Kemudian Khahab menjelaskan, “Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya.”
Lalu Khabab bin Mundzir memberi saran, “Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air sampai penuh, sehingga kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum.”
> Saat mendengar pasukan Quraisy datang dengan jumlah pasukan yang banyak
Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah menulis sebagai berikut.
Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah Saw mendapatkan informasi keberangkatan orang-orang Quraisy untuk melindungi unta mereka, kemudian beliau menyampaikan informasi tersebut kepada para sahabat. Abu Bakar berdiri, dan berkata dengan baik. Umar bin Khaththab juga berdiri, dan berkata dengan baik. Al-Miqdad bin Amr berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, teruslah berjalan seperti diperlihatkan Allah kepadamu, karena sesungguhnya kami ikut bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu seperti dikatakan Bani Israil kepada Musa, ‘Pergilah engkau dan Tuhanmu, kemudian perangilah, sesungguhnya kami duduk di sini.” (Al-Maidah: 24). namun pergilah engkau dan Tuhanmu untuk berperang, sesungguhnya kami ikut perang bersamamu, dan bersama Allah. Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, jika engkau berjalan bersama kami ke Bukit Al-Ghimad (tempat yang jauh di Yaman), kami bersabar denganmu ke sana hingga engkau tiba di sana.” Rasulullah Saw bersabda kepada Al-Miqdad bin Amr dengan baik dan mendoakannya.
Kemudian Rasulullah Saw bersabda, ‘Hai manusia, berikan usulan kalian kepadaku.’ Yang dimaksud Rasulullah Saw adalah kaum Anshar, karena mereka bagian dari sahabat beliau. Sa’ad bin Muadz pun berkata, “… Wahai Rasulullah, kerjakan apa yang engkau inginkan, kami tetap bersamamu.”
> Saat Perang Uhud
Ketika pasukan Quraisy hendak menyerang sebagai balas dendam kekalahan mereka di perang Badar. Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq berkata, “Rasulullah Saw kepada para sahabat, ‘Jika kalian mau, kalian tetap saja di Madinah dan biarkan mereka di tempat mereka singgah. Jika mereka masuk kepada kita, maka kita perangi mereka di dalamnya.’ Rasulullah Saw tidak ingin keluar dari Madinah untuk menghadapi mereka, namun beberapa orang berkata, ‘Wahai Rasulullah, keluarlah bersama kita kepada musuh-musuh agar mereka tidak melihat kita sebagai orang-orang pengecut yang tidak mempunyai nyali untuk menghadapi mereka.’
> Saat perang Ahzab
Di buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Kholil dikisahkan sebagai berikut.
‘Setela menerima kabar yang jelas tentang kekuatan musuh yang akan dihadapinya, maka secepatnya Nabi Saw bermusyawarah dengan para sahabatnya yang terkemuka untuk membicarakan dan memutuskan cara yang terbaik dalam menghadapi musuh yang begitu besar. Dalam permusyawaratan itu dibicarakan dua pilihan, yaitu apakah musuh ditunggu di luar kota Madinah atau ditunggu di dalam. Dan kemudian diputuskan untuk menunggu di dalam kota. Dalam permusyawaratan itu, sahabat Salman al-Farisi mengemukakan satu pendapat agar sekeliling Madinah dibuat khandaq (parit), supaya musuh tidak dapat masuk ke dalam kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar